Sabtu, 26 Januari 2019

Distorsi Inspirasi



Lebih nyaman rasanya menikmati deretan huruf yang sudah terangkai, daripada menyusunnya sendiri untuk berbagi kisah kehidupan. Mungkin karena beberapa waktu ini untuk saiah pribadi menulis telah mengalami degradasi makna menjadi hanya sebatas tuntutan kewajiban. Bahkan saat sudah mencoba mengiringinya dengan alunan instrumen piano. Berharap dan berimajinasi bahwa yang ditekan adalah tuts piano alih-alih keyboard laptop. Tidak ada pengaruh.

Pun begitu yang masih terasa saat kepala sekolah memaksa setiap orang berutang satu tulisan. Tanpa rasa. Menulis apa? Kisah inspirasi saat berinteraksi dengan civa insantama? Motivasi untuk para siswa? Ah, berat...

Apalagi setelah membaca tulisan rekan-rekan guru lain. Rasanya justru semakin menyadarkan saiah betapa saiah masih jauh dari sosok seorang guru yang menginspirasi. Ada kisah apa antara saiah dan anak-anak yang mempengaruhi mereka menjadi lebih baik? Bahkan mengubrak-abrik sudut-sudut ingatan saja tak cukup bagi saiah menemukan kapan saiah pernah berhasil menginspirasi siswa-siswa saiah.

Justru yang lebih banyak teringat dan terekam akhir-akhir ini adalah tentang segala keluhan dan protes siswa-siswa saiah.
Tapi SMAKBO itu cita-cita ana sejak awal SMP. Ana bosen disini. Ana pengen sekolah di luar IT
(saiah tak pandai menjelaskan, betapa lingkungan ini akan menjaganya. Maka saiah hanya diam dan tersenyum menghadapi kecewanya)
“Kenapa Ibu ga dukung impian ana? Ana kesal karena bahkan impian ana sejak lulus SD, pupus karena satu kata tidak dari Ibu.”
(ingin sekali menjelaskan bahwa tidak ada maksud saiah menghancurkan mimpi-mimpinya tentang sekolah lintas benua, hanya mungkin bukan sekarang waktu yang tepat. Tapi saiah hanya bisa diam dan tersenyum menanggapi marahnya)
 “Kenapa ibu tetep minta ana bertahan disini? Ini bukan bidang ana. Harusnya Ibu dukung dan doain ana buat pindah jurusan”.
(Ingin menjelaskan bahwa segala pilihan ada konsekuensinya. Mencobalah bertahan dan menerima konsekuensi. Bisa jadi bertahan adalah pilihan terbaik saat ini. Tapi jarak memisahkan kami dan saiah hanya bisa meninggalkan emot senyum untuk setiap keluhannya)
Bahkan protes nyaris harian selama beberapa waktu terakhir adalah:
“Ini gara-gara Ibu! Harusnya Ibu ga usah kuliah ke Bandung. Ibu melalaikan tugas-tugas ibu di sekolah. Ibu menelantarkan kami.”
(ingin rasanya teriak: haloooooo, gurumu ini sedang cuti demi secawan ilmu.Tapi lagi-lagi saiah hanya bisa diam, meminta maaf, dan membalas tersenyum setiap menerima pesan sejenis yang berulang)

Semuanya tentang marah dan kecewa. Lalu di bagian mana saiah menginspirasi jika ternyata hampir semua yang saiah ingat adalah tentang kecewa mereka. Sedih rasanya meninggalkan berbagai luka di antara mereka.  Sekalipun mungkin mereka juga tak sadar saat mereka berkata begitu, saiah juga terluka.

Sungguh saiah pikir saiah sudah berusaha. Tapi sepertinya belum cukup. Maka maafkan jika saat ini, saiah hanya bisa menjawab dengan diam dan tersenyum. Berat rasanya memahamkan, apalagi menginspirasi. Saat pada faktanya justru keluhan yang biasa diterima. Ingin sekali memahamkan bahwa kepedulian tidak selalu berarti dukungan setiap keputusan. Bahwa orang yang benar-benar peduli, bisa jadi malah orang yang paling banyak melarang dan mencegah.

Hp berbunyi. Pesan masuk. Amerisium.
“Bun, nilai ana semester ini udah keluar. Alhamdulillah naik dan ana udah menikmati kuliah di prodi. Bisa nyasar ke kimia itu karena siapa lagi kalo bukan karena “pengaruh” ibu selama 3 taun. Makasih udah menyesatkan.Tetaplah menyesatkan dan menginspirasi dengan cara ibu sendiri...:D”

Redaksional diedit demi pencitraan. De javu. Terima kasih sudah menyesatkan. Kalimat sakti yang juga menghantarkan saiah pada saiah saat ini. Semoga juga akan ada masanya. Saat bagi kalian menemukan bahwa apa yang menurut kalian menyesatkan adalah justru jalan yang menghantarkan kalian pada jalan kebaikan.


Mungkin memang secara de facto saiah adalah seorang yang sedang belajar menjadi seorang pendidik. Mencoba mengajarkan materi dan nilai yang saiah yakini. Tapi hakikatnya justru saiahlah yang lebih banyak belajar dari siswa-siswa saiah. Amerisium. Argon. Astatin. Fransium. Wolfram. Iodium. Aurum. Lantanium. Hasium. Dan siapapun kalian. Terima kasih karena telah menginspirasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar