Sabtu, 26 Januari 2019

Saiah dan Ketua OSIS

Sejak awal OSIS di SMAIT Insantama dibentuk, mulai dari ketua OSIS ke-0 yaitu Muhammad Raihan Al-Hakim (yang masa jabatannya bahkan lebih singkat dari umur jagung dan jarang dikenang kecuali oleh saiah, angkatan 1 dan 2), ketua OSIS ke-1 (Muhamad Fatih Nasrullah, catat ya muhamad bukan muhammad yang “m”nya dua supaya sesuai akta dan ijazah), ketua OSIS ke-2 (Ahmad Nazhif Rahmatu Rabbi), ketua OSIS ke-3 (Muhammad Shiddiq Ilham Noor), ketua OSIS ke-4 (Zakky Muhammad Noor), ketua OSIS ke-5 (Ghozyudin Fawaz), ketua OSIS ke-6 (Hanzalah Assidiq), dan sampai tulisan ini dibuat ketua OSIS ke-7 (Labib Muttaqillah), saiah tetap terperangkap dengan status sebagai pembina OSIS. Mungkin sekalipun sejak awal terpaksa dipilih karena tidak ada pilihan lain yang bisa dikorbankan untuk menempati posisi ini. Jangan tanya kenapa saiah menuliskan nama lengkap masing-masing ketua OSIS, karena jawabannya sudah sangat jelas seterang rembulan malam ke-14 komariyah, yaitu supaya segera tercapai syarat batas jumlah minimum penulisan dari kepala sekolah kami yaitu sebanyak 5000 karakter.

Di masa kepengurusan OSIS ke-0 dan ke-1, saiah masih bertindak sebagai seorang angkoter yang pulang pergi ke sekolah naik angkot (karena kalau pulang pergi naik kereta namanya jadi trainer dan saiah cukup tahu diri bukan orang yang bisa menjadi trainer semangat memotivasi orang lain, nah lho). Sisi baiknya adalah semalam apapun saiah pulang setelah agenda OSIS di malam hari, saiah bebas dari kelaparan karena dalam perjalanan pulang saiah masih bebas membeli makanan apapun yang bisa disediakan kawasan kampus sepanjang jalan malabar.

Tapi setelah masuk periode kepengurusan ketua OSIS ke-2, saiah pensiun sebagai angkoter dan beralih menjadi lovers slipper yang mengukur jalan cukup memakai sandal. Masalah ikutan pun mulai datang, yaitu lapar mengancam tak bisa makan malam setiap lembur pendampingan agenda malam OSIS di sekolah. Maka dimulailah teror saiah demi menuntaskan masalah hajat hidup orang kebanyakan. Siapa lagi sasaran utamanya kalau bukan para ketua OSIS? Kenapa korban utamanya harus ketua OSIS, sederhana jawabannya karena mereka yang standby memegang alat komunikasi (hp batu) dan akses mudah transportasi (motor).

Kira-kira beginilah yang terjadi antara saiah, lapar, dan ketua OSIS:
Ketua OSIS ke-2:
Saiah    : (sms dikirim) Z.. Ibu laper.     
Z          : (sms diterima) Apaan sih, Bu. Ana lagi ada keperluan di luar. Ga bisa pulang cepet. Ga bisa mampir-mampir.
            #ngomel-ngomel
Saiah    : ....
Tapi ga lama kemudian datang, bawa bungkus makanan.
Z          : “Nih, makan dulu. Katanya Ibu laper”
            #langsung.pergi.lagi
Saiah    : ....
Antara bersyukur dan bersabar pas lihat bungkusannya isi nasi padang. Padahal dalam hati pengen banget bilang kalau memang sempat mampir mah kan mau belinya yang lain.
Tapi karena pasti dijamin tuh anak tambah ngamuk ya sudahlah syukuri saja. Alhamdulillah.

Ketua OSIS ke-3:
Saiah    : (sms dikirim) Q.. Ibu laper.    
Q         : (sms diterima) Ibu mau dibeliin makanan apa?
Saiah    : (sms dikirim) pecel ayam bagian sayap, nasinya nasi uduk. Sama susu coklat dingin.
Ga pake lama, datang bawa bungkus makanan. Alhamdulillah.
Malam(-malam) lainnya,
Saiah    : (sms dikirim) Q.. Ibu laper.    
Q         : (sms diterima) pecel ayam bagian sayap, nasinya nasi uduk. Sama susu coklat dingin.
#hapal.saking.udah.keseringan.

Ketua OSIS ke-4:
Saiah    : (sms dikirim) Mn.. Ibu laper.  
Mn       : (sms diterima) Terus kenapa, Bu?
Saiah    : (sms dikirim) Dirimu lagi di luar ga?
Mn       : (sms diterima) Ga
Saiah    : (sms dikirim) Dirimu mau keluar ga?
Mn       : (sms diterima) Ga ada keperluan
Saiah    : (sms dikirim) Keluar dong
Mn       : (sms diterima) Ngapain?
Saiah    : (sms dikirim) Beliin makan
Mn       : (sms diterima) Oh. Bilang dong dari tadi. Dua ya bu..
Saiah    : ....
            #sumpah.ni.anak.ga.bisa.di.code
Tapi karena ga lama udah bisa datang bawa bungkusan makanan pesanan, ya bersyukur. Alhamdulillah.

Cukuplah ya tiga ketua OSIS saja yang jadi sampel diceritakan bertindak sebagai korban lapar malam seorang saiah. (Alhamdulilah sudah cukup memenuhi batas minimal penulisan).

Mengapa saiah berbagi soal ini? Jawaban jujurnya bukan karena ini pengalaman paling berkesan buat saiah, tapi adalah karena baru kemarin sore saiah bertemu dengan salah satu orang yang kalau saiah lapar saiah mengingatnya. Hehe.. Tapi di luar itu memang tetap sungguh saiah mengambil pelajaran dari pengamatan setiap pergantian. Bahwa respon yang diberikan setiap mereka saat menghadapi satu fakta yang sama bisa jadi tak selalu sama. Pun saat mereka menghadapi masalah, berbeda respon. Tapi untuk apapun responnya, itulah cara khas mereka menunjukkan dan menerjemahkan kepedulian mereka terhadap fakta yang dihadapi.

Saiah tetap bersyukur dengan apapun respon yang mereka berikan. Dari sana saiah banyak belajar juga bagaimana memberikan respon balik dari setiap respon berbeda yang diberikan. Dan apapun itu, saiah pikir saiah bangga dengan setiap dari mereka. Apalagi untuk kasus di atas, apapun responnya pada akhirnya satu masalah saiah bisa selesai. Semoga sampai kapanpun mereka bisa menjadi sosok-sosok yang peduli terhadap kondisi lingkungannya, mengambil respon dan peran positif menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah itu sendiri.
  
Kalau Anda baru tahu selama ini ternyata telah terjadi lebih dari sekedar koordinasi oganisasi antara pembina dan ketua OSISnya (baca: saling memanfaatkan di luar kepentingan organisasi secara langsung), bersabarlah saja. Pun saiah begitu. Karena sungguh simbiosis semacam ini bahkan tetap berimplikasi jauh setelah tak ada hubungan pembina dan ketua.
Dari mulai permintaan mereka yang cukup normal, seperti:
“Bun, tolong editin makalah tugas kampus ana dong”, atau
“Bun, bantu cariin jurnal”
“Bun, tolong kirimin contoh proposal, laporan kegiatan, sama foto OSIS ana dong”
Sampai pertanyaan ajaib yang sulit masuk akal, seperti:
“Bun, judul karya tulis waktu itu yang ana bikin apaan ya?”
“Bun, tau ga ana naro kunci motor ana dimana? Ana lupa”
“Bun, minta obat merah”, bahkan
“Bun, password email ana apaan?”
#nah.lho.emang.saiah.apaan

Jadi satu sama kan?
(Hei, cerita telah didramatisir seperlunya demi memperbanyak karakter. Jadi tidak usah dipercaya setiap detail ceritanya)



Distorsi Inspirasi



Lebih nyaman rasanya menikmati deretan huruf yang sudah terangkai, daripada menyusunnya sendiri untuk berbagi kisah kehidupan. Mungkin karena beberapa waktu ini untuk saiah pribadi menulis telah mengalami degradasi makna menjadi hanya sebatas tuntutan kewajiban. Bahkan saat sudah mencoba mengiringinya dengan alunan instrumen piano. Berharap dan berimajinasi bahwa yang ditekan adalah tuts piano alih-alih keyboard laptop. Tidak ada pengaruh.

Pun begitu yang masih terasa saat kepala sekolah memaksa setiap orang berutang satu tulisan. Tanpa rasa. Menulis apa? Kisah inspirasi saat berinteraksi dengan civa insantama? Motivasi untuk para siswa? Ah, berat...

Apalagi setelah membaca tulisan rekan-rekan guru lain. Rasanya justru semakin menyadarkan saiah betapa saiah masih jauh dari sosok seorang guru yang menginspirasi. Ada kisah apa antara saiah dan anak-anak yang mempengaruhi mereka menjadi lebih baik? Bahkan mengubrak-abrik sudut-sudut ingatan saja tak cukup bagi saiah menemukan kapan saiah pernah berhasil menginspirasi siswa-siswa saiah.

Justru yang lebih banyak teringat dan terekam akhir-akhir ini adalah tentang segala keluhan dan protes siswa-siswa saiah.
Tapi SMAKBO itu cita-cita ana sejak awal SMP. Ana bosen disini. Ana pengen sekolah di luar IT
(saiah tak pandai menjelaskan, betapa lingkungan ini akan menjaganya. Maka saiah hanya diam dan tersenyum menghadapi kecewanya)
“Kenapa Ibu ga dukung impian ana? Ana kesal karena bahkan impian ana sejak lulus SD, pupus karena satu kata tidak dari Ibu.”
(ingin sekali menjelaskan bahwa tidak ada maksud saiah menghancurkan mimpi-mimpinya tentang sekolah lintas benua, hanya mungkin bukan sekarang waktu yang tepat. Tapi saiah hanya bisa diam dan tersenyum menanggapi marahnya)
 “Kenapa ibu tetep minta ana bertahan disini? Ini bukan bidang ana. Harusnya Ibu dukung dan doain ana buat pindah jurusan”.
(Ingin menjelaskan bahwa segala pilihan ada konsekuensinya. Mencobalah bertahan dan menerima konsekuensi. Bisa jadi bertahan adalah pilihan terbaik saat ini. Tapi jarak memisahkan kami dan saiah hanya bisa meninggalkan emot senyum untuk setiap keluhannya)
Bahkan protes nyaris harian selama beberapa waktu terakhir adalah:
“Ini gara-gara Ibu! Harusnya Ibu ga usah kuliah ke Bandung. Ibu melalaikan tugas-tugas ibu di sekolah. Ibu menelantarkan kami.”
(ingin rasanya teriak: haloooooo, gurumu ini sedang cuti demi secawan ilmu.Tapi lagi-lagi saiah hanya bisa diam, meminta maaf, dan membalas tersenyum setiap menerima pesan sejenis yang berulang)

Semuanya tentang marah dan kecewa. Lalu di bagian mana saiah menginspirasi jika ternyata hampir semua yang saiah ingat adalah tentang kecewa mereka. Sedih rasanya meninggalkan berbagai luka di antara mereka.  Sekalipun mungkin mereka juga tak sadar saat mereka berkata begitu, saiah juga terluka.

Sungguh saiah pikir saiah sudah berusaha. Tapi sepertinya belum cukup. Maka maafkan jika saat ini, saiah hanya bisa menjawab dengan diam dan tersenyum. Berat rasanya memahamkan, apalagi menginspirasi. Saat pada faktanya justru keluhan yang biasa diterima. Ingin sekali memahamkan bahwa kepedulian tidak selalu berarti dukungan setiap keputusan. Bahwa orang yang benar-benar peduli, bisa jadi malah orang yang paling banyak melarang dan mencegah.

Hp berbunyi. Pesan masuk. Amerisium.
“Bun, nilai ana semester ini udah keluar. Alhamdulillah naik dan ana udah menikmati kuliah di prodi. Bisa nyasar ke kimia itu karena siapa lagi kalo bukan karena “pengaruh” ibu selama 3 taun. Makasih udah menyesatkan.Tetaplah menyesatkan dan menginspirasi dengan cara ibu sendiri...:D”

Redaksional diedit demi pencitraan. De javu. Terima kasih sudah menyesatkan. Kalimat sakti yang juga menghantarkan saiah pada saiah saat ini. Semoga juga akan ada masanya. Saat bagi kalian menemukan bahwa apa yang menurut kalian menyesatkan adalah justru jalan yang menghantarkan kalian pada jalan kebaikan.


Mungkin memang secara de facto saiah adalah seorang yang sedang belajar menjadi seorang pendidik. Mencoba mengajarkan materi dan nilai yang saiah yakini. Tapi hakikatnya justru saiahlah yang lebih banyak belajar dari siswa-siswa saiah. Amerisium. Argon. Astatin. Fransium. Wolfram. Iodium. Aurum. Lantanium. Hasium. Dan siapapun kalian. Terima kasih karena telah menginspirasi.

Jumat, 25 Januari 2019

Ground Water Tank



Ground tank atau dalam bahasa Indonesia lebih sering disebut tangki bawah tanah, merupakan salah satu bentuk bak penampungan air yang dibangun atau diletakkan di bawah permukaan tanah. Ground tank biasanya menggunakan material pelat beton bertulang yang dilapisi waterproofing non-toxic (tidak beracun) yang pada umumnya kemudian dilapisi dengan pasangan keramik berwarna putih pada lantai maupun dindingnya sehingga tangki terlihat bersih. 

Berdasarkan SNI-03-7065-2005 Tentang Tata cara perencanaan sistem plambing, Ground tank / Tangki bawah harus direncanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tangki air tidak merupakan bagian dari bangunan tersebut. Dan bila diletakkan diiluar bangunan, tangki harus kedap dan tahan terhadap beban yang mempengaruhinya.
b. Tangki yang terletak pada lantai terbawah harus diletakkan berjauhan dengan tangki pembuangan agar tidak terjadi peresapan air kotor.
c. Ruang bebas disekeliling tangki untuk lalu lintas pekerja melakukan pemeriksaan dan perawatan, sisi sebelah atas dan bawah minimal 60 cm.
d. Lubang perawatan berdiameter minimal 60 cm, dengan tutup lubang harus berada kira-kira 10 cm lebih tinggi dari permukaan pelat tutup tangki dan mempunyai kemiringan yang cukup.
e. Pipa keluar dari tangki dipasang minimal 20 cm diatas dasar tangki.
f. Konstruksi tangki dan penempatan lubang pengisian dan pengeluaran air harus dapat mencegah timbulnya bagian air yang terlalu lama diam dalam tangki.


Salah satu sistem dalam pembangunan ground water tank adalah sistem sambungan langsung. Dalam sistem ini, pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air bersih Perusahaan Air Minum. Sistem ini terutama diterapkan untuk perumahan dan bangunan gedung yang kecil dan rendah. Pemilihan Sistem ini didasarkan kepada kapasitas dan tekanan air yang disuplai cukup.




Incenerator



Permasalahan sampah plastik  merupakan masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini. Sementara itu, bertambahnya jumlah penduduk, akan mengikuti pula bertambahnya volume timbunan sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia.

Komposisi sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sampah organik sebanyak 60-70% dan sisanya adalah sampah non organik 30-40%. Sementara itu dari sampah non organik tersebut komposisi sampah terbanyak kedua yaitu sebesar 14% adalah sampah plastik. Sampah plastik yang terbanyak adalah jenis kantong plastik atau kantong kresek selain plastik kemasan.

Permasalahan sampah plastik tersebut apabila semakin banyak jumlahnya di lingkungan maka akan berpotensi mencemari lingkungan. Mengingat bahwa sifat plastik akan terurai di tanah dalam waktu lebih dari 20 tahun bahkan dapat mencapai 100 tahun sehingga dapat menurunkan kesuburan tanah dan di perairan plastik akan sulit terurai.

Solusi yang lebih banyak dibahas ialah upaya pengolahan sampah yang telah ada. Sampah plastik diolah sedemikian rupa sehingga dapat berkurang jumlahnya. Alhasil pengolahan diharapkan dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Pengolahan sampah dilakukan dengan metode pembakaran yang dipadukan dengan daur ulang sampah plastik. Metode ini telah menunjukkan keberhasilan di negara-negara maju, misalnya Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat.

Pembakaran ialah metode yang sudah umum digunakan. Metode ini membutuhkan suatu insinerator (mesin pembakar) sampah. Sampah padat dibakar di dalam insinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu pembakaran. Penurunan volume sampah padat hasil pembakaran dapat mencapai 70%. Cara ini relatif lebih mahal dibanding dengan sanitary landfill, yaitu sekitar tiga kali lipatnya.

Kelebihan sistem pembakaran ini adalah:
·     Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.
·     Dapat dibangun di dekat lokasi industri.
·     Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.
·     Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas, listrik, dan pencairan logam.

Kekurangannya terletak pada mahalnya investasi, tenaga kerja, biaya perbaikan dan pemeliharaan, serta masih membuang residu, juga menghasilkan gas.

Secara umum proses pembakaran di dalam insinerator adalah:
·         Sampah yang dapat dibakar dimasukkan di dalam tempat penyimpan atau penyuplai.
·         Berikutnya sampah diatur sehingga rata lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar.
·         Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampah pada landfill.
·    Sedangkan hasil berupa gas akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber atau ditampung untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.

Salah satu insinerator yang dapat digunakan ialah insinerator Thermocontrol (TOHO-Japan). Insinerator ini bekerja secara otomatis mengatur suhu. Akan berhenti secara otomatis bila suhu tertinggi telah tercapai dan akan bekerja kembali pada suhu yang telah diatur.

Cara Kerja:
Tungku pembakaran pada Incinerator masing - masing berfungsi menyempurnakan hasil pembakaran pada tungku sebelumnya.Sampah yang terkumpul dibakar pada suhu 600-1200° C dalam waktu 10-30 menit. Asap yang masih berwarna hitam pekat dan berbau disaring pada tungku selanjutnya sehingga menghasilkan asap dan bau yang ramah lingkungan.


   



Sebuah Mimpi Tentang Rumah Kedua: SEKOLAH RASA KELUARGA

Sekolah, dalam Kacamata Umum
Siapa yang tak mengenal sekolah? Istilah populer dunia pendidikan, dikenal umum tak terkecuali juga bagi kids jaman now. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekolah diartikan sebagai lembaga atau bangunan yang dipakai untuk aktivitas belajar dan mengajar sesuai dengan jenjang pendidikannya (dasar atau menengah). Dalam pengertian ini, seolah sekolah menjadi wilayah kaku tempat menuntut ilmu. Aktivitas belajar dan mengajar di sekolah hanya menekankan pembelajaran yang berorientasi kepada materi pelajaran yang terkemas dalam kurikulum pendidikan.

Tantangan Pemuda untuk Masa Depan
Beratnya jadi kids jaman now. Tantangan jaman saat ini yang serba terbuka dengan segala perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, menuntut kebijaksaan lebih dalam menghadapi kehidupan. Sayangnya, hal ini tak selalu diiringi dengan persiapan bagi generasi muda menghadapi arus jaman. Akhirnya tak sedikit yang terbawa arus negatif peradaban.

Realitas yang sering kita lihat di sekitar menunjukkan bahwa siswa dan lulusan sekolah sebagai produk pendidikan masih menjadi generasi yang jauh dari nilai etis, pedagogis, dan religius. Tawuran antar pelajar menjadi berita yang tak asing di telinga, sedang peran guru seakan tak berdaya karena kehilangan wibawa. Belum lagi masalah pergaulan bebas. Tak terhitung dan tak masuk logika seberapa parah pergaulan remaja saat ini terkait perilaku free sex, kehamilan di luar nikah, bahkan aborsi. Segala jenis keburukan perilaku hewani dipertontonkan secara vulgar. Belum juga masalah penyalahgunaan narkotika. Tak usahlah disampaikan berulang bagaimana “prestasi” kita di PISA sebagai juara bertahan peraih 10 besar dari bawah selama bertahun-tahun. Miris.

Tapi itulah fakta generasi saat ini. Dan kita tak bisa menutup mata terhadap permasalahan ini. Bagaimanapun, tak dapat dipungkiri, di tangan generasi muda inilah masa depan bangsa ini diletakkan. Jika tetap dibiarkan tanpa upaya memperbaiki kondisi generasi, akan jadi seperti apa wajah bangsa ini 20 sampai 30 tahun ke depan?

 Sekolah: Tak Sebatas Mengejar Ijazah
Pendidikan, diyakini sebagian besar masyarakat sebagai salah satu media pembentuk generasi penentu kemajuan bangsa. Dan berbagai upaya dilakukan demi merealisasikan teori-teori pendidikan, diantaranya dengan mendirikan sekolah. Bagaimanapun sekolah sebagai basis pendidikan anak bangsa menjadi tulang punggung pembentukan karakter remaja sebagai penentu wajah bangsa di masa depan. Pendidikan merupakan investasi penting dalam menghadapi masa depan dunia secara global.
Pendidikan dalam sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilakukan orang tua di rumah. Pendidikan dalam keluarga ini merupakan fundamen dari pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun masyarakat. Keluarga, dalam hal pendidikan ini tetap bertanggung jawab dan mengontrol pendidikan anak-anak, baik dalam keluarga sendiri maupun sekolah. Guru di sekolah hanya menerima sebagian tanggung jawab pendidikan yang diberikan keluarga.

Berbagai masalah pelajar dan produk pendidikan kita saat ini juga dikarenakan makna pendidikan dalam sekolah telah direduksi hanya dalam bentuk pengajaran materi. Sekolah bukan hanya sekadar tempat mencari ijazah. Sekolah bukan hanya sekedar tempat mencari nilai. Pendidikan di sekolah sudah selayaknya difokuskan pada pembentukan perilaku-perilaku anak didik. Seharusnya sekolah, yang merupakan “perpanjangan tangan” dari rumah (baca: keluarga) berfungsi sebagai rumah kedua bagi anak-anak setelah keluarga. Anak didik seharusnya merasakan sentuhan orang tua mereka di sekolah. Anak didik juga merasakan dirinya seakan berada di rumah sendiri. Sehingga mereka akan menyatakan bahwa sekolah adalah tempat yang nyaman dan membuat mereka betah. Sekolah adalah tempat untuk belajar. Belajar mengenai berbagai mata pelajaran, belajar mengenai kehidupan sosial, dan belajar mengenai hidup.

Insantama: Kini dan Nanti; Menjawab Tantangan: Mewujudkan Sekolah Rasa Keluarga
SMAIT Insantama, merupakan sekolah berasrama (boarding school) yang terletak di tengah perumahan penduduk di kawasan Bogor Barat. SMAIT Insantama terintegrasi dalam satu kawasan dengan SD dan SMP Insantama. SMAIT Insantama sendiri merupakan sekolah wajib asrama dengan pelajar yang heterogen. Berasal dari seluruh wilayah Indonesia dari Aceh sampai Papua, bahkan tak jarang siswa dari mancanegara. Beraneka budaya, adat kebiasaan, dan bahasa yang menuntut saling pengertian sesama warga sekolah. Aktivitas sekolah yang memadukan pembelajaran umum dan pesantren juga sangat padat. Belum lagi banyaknya program kesiswaan yang wajib maupun pilihan diikuti oleh siswa.

Lokasi sekolah yang berada di tengah perumahan penduduk dengan wilayah yang terbatas juga menjadi tantangan tersendiri bagi sekolah untuk dapat menjadi rumah kedua bagi seluruh civitas academika Insantama. Karena memang dominan hidup 24 jam di lingkungan sekolah, menciptakan sekolah yang tidak hanya sebagai tempat belajar, tempat berkumpul, tetapi juga suasana rumah dan keluarga tentu bukan hal yang mudah. Tetapi mimpi tentulah layak untuk tetap dikejar dan diwujudkan. Mimpi kita tentang sebuah sekolah idaman, tempat dimana belajar bukan dirasakan sebagai suatu beban, tetapi sebuah proses yang menyenangkan. Proses yang dapat dinikmati tidak hanya oleh siswa, tetapi juga guru dan seluruh warga sekolah.

Mewujudkan mimpi membangun sekolah rasa keluarga, tentu juga membutuhkan dukungan lingkungan yang menyenangkan dan nyaman. Sekolah rasa keluarga menjadikan sekolah seperti rumah yang nyaman. Termasuk ketersediaan lingkungan fisik yang nyaman.

Di Insantama, saat pertama memasuki area sekolah, kita akan disambut dengan masjid sebagai pusat berbagai kegiatan warga sekolah. Menara hijaunya sudah menyambut kita sejak memasuki gapura depan. Sejak awal sekolah ini memang dirancang untuk menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan. Masjid 3 lantai ini, tidak hanya berupa ruangan luas yang nyaman untuk beribadah di lantai 2 untuk laki-laki dan lantai 3 untuk perempuan. Tetapi di lantai 1 masjid sudah disediakan perpustakaan yang walaupun tidak terlalu luas tetapi sangat nyaman untuk berlama-lama membaca buku, menggali ilmu.


Ruang tunggu terbuka juga ada di area masjid, dilengkapi kursi-kursi yang nyaman untuk kunjungan orangtua, menunggu siswa, atau sekedar mengobrol dan berdiskusi. Tempat yang lebih luas dalam saung-saung kecil di sekitar masjid yang teduh, tentu akan semakin membuat nyaman warga sekolah yang berkumpul. Ruang kelas sebagai ruang utama untuk belajar siswa harus dibuat senyaman mungkin. Tempat minum, guci galon dan dispenser dapat diakses kapan saja di setiap sudut ruang. Sesekali siswa dibebaskan untuk belajar di luar kelas. Menikmati udara luar yang lebih sejuk tanpa mengalihkan fokus belajar. Keterbatasan ruang gerak di sekolah, harusnya dapat diantisipasi dengan optimalisasi ruang yang ada.

Untuk urusan pemenuhan pangan siswa, sekolah melalui dapur sekolah telah menyediakan makanan yang terjamin halal dan thoyyib bagi seluruh warga sekolah. Dapur menyiapkan lebih dari 1000 porsi setiap kali waktu makan. Serasa melaksanakan kenduri setiap hari. Saat ini sekolah kami belum mempunyai kantin yang memuaskan. Kedepannya penyediaan makanan dan minuman yang halal dan thoyyib bagi warga sekolah juga akan dibantu dengan kantin sekolah. Kantin akan di buat terpisah dalam ruangan khusus terpisah yang akan lebih nyaman. Toserba yang menyediakan kebutuhan harian santri juga seharusnya dapat disediakan dengan lingkungan siswa.

Ketersediaan minum dan air bersih di sekolah sudah disiapkan dengan mempunyai instalasi air minum yang dikelola sendiri, namanya airatama. Selama ini airatama sudah mencukupi kebutuhan air minum warga sekolah. Pengecekan mutu kualitas air minum secara berkala dilakukan melalui kerja sama dengan laboratorium penggujian terdekat. Pembangunan ground water tank sedang dilakukan untuk penyediaan air bersih di sekolah. Ground water tank ini merupakan tangki air yang ditanam di dalam tanah. Banyak orang yang lebih memilih menggunakan ground tank dengan alasan letaknya yang tidak kelihatan. Karena ground tank ini memang terpendam di bawah tanah. Dari segi pembuatannya juga relatif lebih murah daripada tower water tank sebab tidak perlu struktur kolom serta balok.

Pengelolaan sampah juga dilakukan secara mandiri. Sekolah telah mempunyai insinerator sederhana yang digunakan untuk proses pembakaran sampah. Program kalima senantiasa digalakan di sekolah secara berkala.


Di luar apa yang sudah disediakan sekolah saat ini, apa yang sedang dibangun, dan akan dibangun kelak, sudah selayaknya kita tetap bersyukur. Membangun mimpi bersama, mewujudkan sekolah rasa keluarga tidak hanya bicara tentang fisik bangunan, tetapi lebih pada bagaimana setiap warga sekolah merasa nyaman dan menikmati proses kehidupan sekolah.